Minggu, 17 Oktober 2010

1000 tsuru

Aku pernah baca kalo kita buat 1000 burung kertas, maka 1 permintaan kita akan terkabul. Burung kertas atau sering disebut tsuru ini berasal dari Jepang. Di Jepang sendiri bukan hanya tsuru yang mempunyai makna tertentu, ada juga teru-teru bozu, boneka penahan agar hujan tidak turun. Jika ditelusuri lagi, pasti masih ada yang sejenis ini.

Pertama kali aku buat tsuru itu kira-kira setahun yang lalu, diajari oleh seorang sahabat, yang waktu itu memang lagi giat-giatnya buat 1000 tsuru untuk satu permintaannya, gak tau deh sekarang udah nyampe 1000 tsuru atau gak. Awalnya cuma bantuin buatin tsuru biar cepet nyampe 1000, eh malah jadi kepengen punya juga, walau tidak 1000. Kalau gak salah ingat, tsuru yang berhasil aku buat itu 173, setelah itu aku disibukkan oleh kegiatan lain, jadi gak sempet lanjutinnya lagi.

Sebenernya aku nulis tentang tsuru ini karena aku baru aja nonton “Burung Burung Kertas”, film di tahun 2007 yang lokasi syutingnya di Jepang. Film ini ceritain tentang cinta dari tiga pihak. Semua kejadian disorot dari tiga sudut pandang yang berbeda. Ada Jingga, sang fotografer yang tergila-gila pada Eros, namun Eros tak pernah mengetahui keberadaan Jingga. Ada Eros, yang mencintai sahabatnya sendiri, Rima, bekerja siang-malam hanya untuk membelikan tiket ke Singapura untuk Rima, agar Rima bisa menemui kekasihnya di sana. Ada Rima, yang berhubungan jarak jauh dengan Surya selama 3 tahun, dan selama 3 tahun itu hatinya tak pernah tenang karena ditinggal Surya. Tiga pihak ini berjuang untuk membahagiakan orang yang dicintainya, walaupun orang yang dicintainya belum tentu mencintainya balik.

Kalau boleh sedikit curhat, aku pernah di posisi si Jingga. Aku mengagumi, mencintai, menggilai sesosok pria. Namun tak ada keberanian untuk menunjukkan padanya, hingga akhirnya didorong oleh seseorang, jadinya ya tersampaikan deh, rasanya lega, hahaha :D Tidak, kita tidak pacaran, aku hanya menyampaikan perasaan itu saja, agar dia tau.

Cinta sejati itu tidak harus memiliki. Masih ingat bagaimana tingkahmu saat pertama kali jatuh cinta kepadanya? Kau seperti hantu, melayang-layang di mabuk kepayang. Ya, jatuh cinta itu anugerah Tuhan yang paling hebat deh. Apalagi ketika orang yang kau cintai mengetahui bahwa kau mencintainya sepenuh hati. Urusan memilikinya atau tidak itu belakangan, karena dipikiranmu hanya berusaha bagaimana membuatnya bahagia. Mulailah jujur pada diri sendiri lalu kepada orang lain J

"Satu hal yang bikin cinta lo ke dia ga sempurna, dia ga tau kalo lo cinta dia" -Jomblo-

Jumat, 15 Oktober 2010

God is a director

Dari awal kita udah bertentangan. Apa sesuatu yang bertentangan bagus untuk dipertahankan? Kalau memang begitu harus ada yang berkorban, dan otomatis yang berkorban ini akan merasakan sakit hati yang mendalam. Itu kosekuensinya, sayang.

Ini bukan sebuah kesalahan. Ini hanya ketidakmampuan sepasang insan yang di mabuk cinta untuk mempertahankan semuanya. Aku salah satu pelaku utamanya. Bagaimana cinta itu memasuki hatiku untuknya, membuat dia jadi orang yang sangat istimewa di hidupku, sampai aku tidak bisa lagi mencegah bahwa aku tergila-gila dengannya. Begitu tersadar, aku dan dia berbeda. Pilihannya, lanjutkanlah, pertahankanlah, berkorbanlah salah satu, sakit hati hanya di satu pihak, atau pisah, jalani kehidupan masing-masing, walau keduanya sakit, namun itu yang terbaik. Aku memilih yang kedua. Aku menerima konsekuensinya sekarang.

Perbedaan itu memang indah. Namun, perbedaan itu menciptakan rasa sakit juga. Cinta itu ciptaan Tuhan, kepunyaan-Nya yang kita pinjam untuk membuat hidup bahagia. Jadi, hanya karena cinta yang kita pinjam itu, kita mengkhianati Penciptanya, begitu?

Keluar dari zona nyamanmu, pelajari lagi, telusuri semuanya, jangan berhenti, masih ada yang terbaik. Aku tetap ada untukmu.


“Why would God create us differently if God only wants to be worshipped in one way?”

Kamis, 14 Oktober 2010

waktu itu berbicara

“Semua bisa berubah, kita hanya menunggu waktu yang tepat saja”

Seorang teman pernah menceritakan kisahnya yang (mungkin) telah dipermainkan oleh perasaannya sendiri. Dia begitu mencintai seseorang yang dulu pernah menghiasi hari-harinya, yang dulu penah membodohinya, yang dulu pernah mempermainkan perasaannya. Ya, itu yang kudapat dari semua yang diceritakannya. Aku mulai berpikir, apa memang begitu yang terjadi, maksudku apa sepenuhnya hanya dia yang tersakiti. Bagaimana dengan pihak yang lain? Apa tidak merasa tersakiti juga, atau pihak yang lain ini adalah manusia yang tidak punya hati yang sengaja menyakiti manusia yang begitu tulus mencintainya? Ada yang salah di sini.

Perubahan itu sesuatu yang besar, membutuhkan proses yang panjang, serta waktu yang lama. Ketika seseorang mencintaimu, membuatmu bahagia, berjanji untuk segala yang ada di dunia ini, maka dari itu berhati-hatilah. Aku tidak mengatakan, “Jangan percaya itu!”  Aku hanya mengingatkan agar kamu menyiapkan hatimu, apakah kamu akan mempercayainya atau mengabaikannya. Semua orang itu pasti berubah. Orang yang begitu kau cintai, yang selalu membuatmu bahagia, yang membuat hari-harimu jadi lebih istimewa, bisa membuatmu sakit jiwa karena perubahan di dalam hidupnya. Itu semua berefek padamu, kamu pun juga ikutan berubah, tidak masalah bagaimana perubahannya, yang pasti kamu berubah. Begitulah yang terjadi terus menerus, sambung menyambung, dan tidak ada akhirnya.

Orang-orang sekarang selalu menuntut perubahan, lalu ketika yang mereka tuntut telah dikabulkan, mereka malah berkomentar, “Kamu berubah! Aku gak kenal kamu yang sekarang! Mana kamu yang dulu?” Aneh, entah siapa yang disalahkan di dalam hal ini. Aku bingung.

Rabu, 13 Oktober 2010

kemarin aku memikirkannya

Baik, aku mulai menulis lagi. Rasanya sudah lama aku tidak menulis sesuatu yang tidak penting. Aku ingat kapan aku tertarik pada hal yang menyenangkan ini, kapan aku tergila-gila, dan kapan aku mulai muak. Semuanya berjalan begitu saja, tidak ada skenario tertentu.

Di sini aku mulai menceritakan yang lalu, ya masa lalu yang sebenernya tak penting untuk diungkit kembali. Aku tidak menyinggung seseorang, kelompok, atau instansi manapun. Aku hanya ingin mengingat si masa lalu ini.

Pernahkah kau merasa di suatu hari kau merasa lebih hidup dari hari-hari yang lalu? Kau merasa begitu terberkati, sampai tak tau lagi bagaimana menceritakannya pada orang lain agar orang lain itu merasa terberkati juga. Lalu kau mulai menjalani hidupmu sambil menjaga berkat itu tetap ada. Singkat cerita, perlahan-lahan kau mulai muak, tidak tau alasannya apa, yang pasti kau muak akan semua yang terberkati itu. Akhir dari cerita itu, kau jatuh, jatuh sedalam-dalamnya sampai tak seorang pun yang bisa mengangkatmu naik.

Di masa-masa ketidakberdayaanmu ini, kau mulai mencari sesuatu yang fana untuk mengembalikan berkat itu kembali padamu. Tapi hasilnya nol besar. Kau semakin terpuruk. Kau melihat kebelakang, melihat semua yang telah kau sia-siakan. Kau menyesal. Kau ingin memperbaikinya. Tapi itu tak mudah, dan kau tau itu.

Aku pernah mengalaminya, dan aku telah melewatinya, tapi aku lupa bagaimana semua itu bisa terlewati. Aku hanya ingat, sepertinya ada seseorang yang datang, sekedar menyapa, kemudian aku tersadar.

Masa lalu mu yang begitu indahnya, yang kau sesali kenapa terlewati begitu saja, yang kau ingat dan membuatmu tersenyum sesaat, bahkan tanpa sadar kau puja-puja sampai kau lupa masih ada masa depan yang lebih indah menantimu di depan.

Simpan semua di kotak kecil hati mu, siapapun, apapun, bagaimanapun, dan kapanpun masa lalu itu terjadi. Tutup rapat, lalu kunci, tapi jangan hilangkan kuncinya, karena suatu saat kau akan membutuhkannya untuk menyadarkan bahwa kau bukanlah apa-apa tanpa masa lalu itu.

“Kau begitu rapuh, membentukmu menjadi sesuatu yang kuat adalah pekerjaan terberat di dunia, tapi bukan tidak mungkin. Kau hanya perlu dijaga dengan baik, agar tidak hancur saat yang tidak diharapkan datang menerpamu.”


Terakhir, terima kasih banyak ya, aku cuma bisa menuliskan ini, dan percuma saja sebenernya, aku bingung bagaimana menyampaikannya, jadi aku post aja di sini, walau kau juga gak bisa bacanya. Tuhan selalu ada untukmu, anak muda!

Jakarta, 13 Oktober 2010